blog


glitter-graphics.com [url=http://www.glitter-graphics.com][img]http://dl3.glitter-graphics.net/pub/1238/1238563s6wfel4lo6.gif[/img][/url]

Selasa, 10 Januari 2012

Ramadhan & Sirah Nabawwiyah I : Ramadhan, tonggak perubahan sejarah dunia


Saif Al Battar
Senin, 8 Agustus 2011 03:21:57

Segalanya Berawal dari Ramadhan
Ramadhan adalah bulan suci yang diberkahi. Banyak peristiwa agung yang terjadi di bulan ini. Peristiwa-peristiwa tersebut menandai babak baru sejarah Islam dalam menyebarkan rahmatnya ke seluruh dunia. Di bulan ini, kaum muslimin perlu memutar ulang slide episode demi episode peristiwa agung tersebut. Dengan begitu, nuansa ibadah semakin khusyu’ karena menghayati latar belakang dan proses terjadinya peristiwa yang bersejarah tersebut.Peristiwa agung pertama yang mengawali rangkaian panjang dakwah Islam di muka bumi adalah peristiwa gua Hira’. Di bulan Ramadhan, saat Muhammad bin Abdillah Al-Hasyimi Al-Qurasyi sedang menyendiri dalam tafakur di gua Hira’, Allah SWT mengutus malaikat Jibril kepadanya. Itulah saat wahyu pertama turun, surat Al-‘Alaq 1-5.
Ummul Mukminin Aisyah binti Abi Bakar Ash-Shidiq RA menuturkan:
أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَمِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ، فَكَانَ لا يَرَى رُؤْيَا إِلا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ.. ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلاءُ ، وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ؛ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِوَهُوَ التَّعَبُّدُاللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ، ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا ، حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ، فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ : اقْرَأْ ! قَالَ  : “مَا أَنَا بِقَارِئٍ،  قَالَ : ” فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي، حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي،  فَقَالَ: اقْرَأْ ! قُلْتُ : مَا أَنَا بِقَارِئٍ ! فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ، حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي ، فَقَالَ :  اقْرَأْ ! فَقُلْتُ: مَا أَنَا بِقَارِئٍ ، فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ، ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ :
Awal mula wahyu yang diberikan kepada Rasulullah  SAW adalah mimpi yang benar. Setiap kali mengalami mimpi, mimpi itu datang dalam wujud seperti cahaya fajar yang merekah. Sejak itulah, beliau senang menyendiri. Beliau menyendiri di gua Hira’ selama beberapa malam untuk bertahanuts, yaitu beribadah, sebelum beliau kembali kepada keluarganya untuk mengambil bekal. Beliau lalu kembali kepada istrinya, Khadijah, dan mengambil bekal.
Beliau melakukan hal itu sampai datang kepadanya kebenaran di gua Hira’. Malaikat datang kepadanya dan berkata: “Bacalah!” Beliau menjawab, ”Aku tidak bisa membaca.”Beliau bercerita: “Ia menarikku, lalu merangkulku erat-erat, sehingga aku merasa sesak nafas. Ia lalu melepaskanku dan berkata: “Bacalah!” Aku menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”
Maka ia menarikku, lalu merangkulku erat-erat untuk kedua kalinya, sehingga aku merasa sesak nafas. Ia lalu melepaskanku dan berkata: “Bacalah!” Aku menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Maka ia kembali menarikku, lalu merangkulku erat-erat untuk ketiga kalinya, sehingga aku merasa sesak nafas. Ia lalu melepaskanku dan berkata:
 ( اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ )
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah.
Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah,
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq (96): 1-5)
(HR. Bukhari:Kitab bad-il wahyi, no. 3)

Demikianlah, semuanya berawal dari tafakkur..merenungkan keadaan masyarakat yang sesat…merenungkan hakekat manusia dan tujuan hidupnya, merenungkan petunjuk hidup yang akan mengantarkan mereka kepada kebahagian hidup dan menyelamatkan mereka dari kesesatan.
Lalu, pekerjaan pertama adalah ta’abbud…menyendiri di gua Hira’, melalui siang dan malam dalam perenungan, penyerahan diri, dan pengabdian kepada Rabb, Sang Pencipta alam semesta. Beliau meninggalkan hiruk-pikuk aktivitas duniawi untuk mendekatkan diri kepara Rabb SWT, memohon petunjuk, dan berlindung kepada-Nya dari kesesatan masyarakat sekitarnya.
Maka, kalimat wahyu yang pertama kali turun adalah Iqra’…bacalah! Bacalah ayat-ayat Allah SWT di alam semesta! Bacalah ayat-ayat Allah SWT yang berupa wahtu syariat-Nya! Bacalah dengan menyebut nama Rabb SWT…mintalah berkah dan pertolongan dengan menyebut nama-Nya semata! Dia-lah Yang telah menciptakan umat manusia dari segumpal darah yang menggantung di dinding rahim. Dia-lah Yang Maha Pemurah kepada seluruh hamba-Nya. Dengan kepemurahan-Nya, Dia memandaikan manusia lewat proses belajar; membaca dan menulis.
Dalam ‘dapur’ tafakkur, ta’abbud, dan qira’ah; Allah SWT ‘mengolah’ para mushlihun (orang-orang shalih yang membina umat manusia menuju jalan Allah SWT). Allah SWT menggembleng mereka untuk menjadi tauladan kehidupan. Allah SWT membina mereka untuk sanggup mengemban beban dakwah, irsyad, dan jihad. Allah SWT mencetak mereka menjadi pelita yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.
Allah SWT menguatkan jiwa mereka dengan ta’abbud pada masjid…
Allah SWT menyucikan fikiran mereka dengan khulwah, menyendiri di keheningan sepertiga malam terakhir untuk tafakkur…
Allah SWT meningkatkan ilmu dan wawasan mereka lewat halaqah-halaqah qira’ah…
Setiap muslim membutuhkan tiga waktu khusus dalam kehidupan hariannya:
Satu waktu untuk menyendiri dengan Rabbnya dalam tafakkur, muhasabah, istighfar, dan taubat.
Satu waktu untuk beribadah kepada-Nya dengan shalat wajib, qiyamul lail, shiyam Ramadhan, dst…
Satu waktu untuk meningkatkan ilmu dan wawasannya dengan menghadiri majlis ilmu atau menelaah buku…membaca, menulis, meringkas, dst…
Tafakkur akan menjernihkan pikiran, ibadah akan mensucikan jiwa, dan belajar akan meningkatkan peran akal. Semua aktifitas tersebut merupakan unsur yang sangat urgen bagi kemajuan hidup manusia…bekal seorang muslim dalam mengemban tugas hidupnya…dan pemicu semangat seorang dai dalam menyebarkan rahmat Islam ke seluruh penjuru dunia.
Setiap kali bekal makanan habis, Rasulullah SAW pulang ke rumah Khadijah. Beliau lalu kembali dengan bekal yang cukup. Beliau berjalan sendirian ke gua Hira’, mendaki gunung yang terjal berbatu tajam, merasakan teriknya panas siang hari dan bekunya hawa dingin malam hari. Beliau bertahan beberapa hari dalam kesunyian gua yang mencekam.
Untuk apa beliau bersusah payah melakukan semua itu?
Untuk tafakkur…ta’abbud…dan qira’ah
Jadi, ketiga aktifitas ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan mengerahkan segala usaha dan kemampuan terbaik. Maha Benar Allah Yang berfirman,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَ إِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang berjihad (beramal bersungguh-sungguh) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut (29): 69)
Saudaraku seislam dan seiman…Pertanyaannya kini adalah, sudahkah kita mengkhususkan tiga waktu khusus untuk tiga aktifitas ini dalam bulan yang penuh berkah ini? Jika sudah, maka pujilah Allah SWT. Jika belum, segeralah memperbaiki diri dan mempergunakan kesempatan selagi ada.
Wallahu a’lam bish-shawab.    

Ramadhan & Sirah Nabawwiyah II : Ramadhan, awal keteguhan dalam Iqamatuddin


Saif Al Battar
Selasa, 9 Agustus 2011 13:01:23
Wahyu pertama telah disampaikan kepada Rasulullah SAW di gua Hira’. Namun perjumpaan pertama dengan malaikat Jibril yang di luar perkiraan tersebut telah menggetarkan Rasulullah SAW. Hati beliau diliputi rasa khawatir. Badan beliau gemetar dan berkeringat dingin. Beliau begitu takut, sehingga bergegas pulang menemui istrinya. “Selimutilah aku! Selimutilah aku!”pinta beliau. “Sungguh, aku khawatir atas diriku sendiri,” ujar beliau kepada Khadijah. Beliau lantas menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya.Mendengar penuturan suami tercinta, Khadijah berkata dengan tegas namun lembut menyejukkan hati:
كَلاَّ، أَبْشِرْ فَوَاللهِ لاَ يُخْزِيكَ اللهُ أَبَدًا؛ وَاللهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَصْدُقُ الْحَدِيثَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ تَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ.
Sekali-kali janganlah khawatir! Bergembiralah! Demi Allah, Allah selamanya tidak akan menghinakanmu. Demi Allah, engkau selama ini senantiasa menyambung tali kekerabatan, berkata jujur, menanggung beban orang yang lemah, memberi santunan orang yang tidak memiliki apa-apa, menjamu tamu, dan membantu orang-orang yang mengalami musibah.” (HR. Bukhari: Kitab bad-il wahyi no. 3 dan Muslim: Kitab al-iman no. 160)
Inilah kalimat-kalimat agung yang diucapkan oleh ummul mukminin, Khadijah, yang sanggup menentramkan hati Rasulullah SAW. Khadijah memerankan peran yang sangat fundamental dalam suasana pasca turunnya wahyu Allah yang pertama tersebut. Khadijah sebagai seorang istri yang shalihah telah meringankan kesempitan dada yang melanda diri Rasulullah SAW setelah perjumpaan hebat dengan malaikat Jibril tersebut. Khadijah meyakinkan beliau bahwa Allah SWT akan senantiasa melindungi dan membimbing beliau. Untuk itu, Khadijah menyebutkan berbagai sifat mulia yang selama ini dilakukan Rasulullah SAW di tengah masyarakat.
Khadijah menjelaskan bahwa Allah SWT sekali-kali tidak mungkin menghinakan dan menelantarkan Nabi SAW, dengan satu alasan. Beliau selalu mengamalkan ibadah-ibadah sosial. Pasti Allah SWT tidak akan menghinakan orang yang senantiasa menyambung tali kekerabatan, berbicara jujur, menanggung beban hidup orang-orang yang lemah, memuliakan tamu, dan membantu orang-orang yang terkena musibah.

Khadijah telah bertindak sebagai dokter jiwa, filosof ahli pikir, dan ahli hikmah yang memahami seluk beluk sunatullah terhadap diri hamba-Nya. Sesungguhnya pelaku kebaikan hanya akan memetik buah kebaikan, dan Allah tidak mungkin menzhalimi hamba-Nya. Kalimat-kalimat yang diucapkannya adalah nasehat-nasehat emas yang bahkan mendahului sabda Nabi SAW:
صَنَائِعُ الْمَعْرُوفِ تَقِى مَصَارِعَ السُّوءِ وَاْلآفَاتِ وَالْهَلَكَاتِ
Perbuatan-perbuatan baik akan mencegah terjadinya kematian yang buruk, musibah-musibah dan kebinasaan dari diri pelakunya…” (HR. Al-Hakim dari Anas bin Malik, dengan sanad shahih)
صَنَائِعُ الْمَعْرُوفِ تَقِى مَصَارِعَ السُّوءِ وَصَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيدُ فِى الْعُمْرِ
Perbuatan-perbuatan baik mencegah pelakunya dari musibah-musibah yang buruk, sedekah secara sembunyi-sembunyi bisa memadamkan murka Allah SWT, dan menyambung tali kekerabatan dapat memanjangkan usia.” (HR. Ath-Thabrani dari Abu Umamah Al-Bahili, 8/261 no. 8014. Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid, 3/115, berkata: sanadnya hasan)
Hati yang suci lagi menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat luas, kaum papa, lemah, dan tertindas tersebut sekali-kali tidak akan ditelantarkan oleh Allah. Kesedihan dan gundah gulana tak akan menyapanya. Rasa takut kepada sesama manusia tak akan pernah menjamahnya. Hatinya akan senantiasa lapang, gembira, dan menoak jauh-jauh debu kesempitan hidup.
 Sekali-kali janganlah khawatir!
Hatimu tidak akan sempit dan sedih, selama engkau membawa kebajikan kepada sesame manusia.
Bergembiralah!
Luka-luka akan mongering, rasa sakit akan hilang. Engkau akan menjalani kehidupan ini dengan hati yang baik, memancarkan limpahan cahaya kebajikan kepada umat manusia. Engkau akan membuka hati-hati yang terkunci, mata-mata yang terbutakan, dan telinga-telinga yang tersumbat dari kebenaran.
Demi Allah, Allah selamanya tidak akan menghinakanmu.
Engkau bukanlah tipe orang yang akan ditelantarkan dan dihinakan oleh Allah. Engkau adalah hamba-Nya yang senantiasa memuliakan sesama manusia, mengenyangkan orang-orang yang kelaparan, menghilangkan dahaga mereka, memberi pakaian orang-orang yang telanjang, dan memberi naungan bagi musafir yang tidak membutuhkan penginapan. Engkau adalah sosok seorang ayah, yang senantiasa mengelus lembut kepala anak-anak yatim. Engkau adalah seorang ibu, yang senantiasa memaafkan orang-oran yang berbuat buruk kepadamu.
 Demi Allah, engkau selama ini senantiasa menyambung tali kekerabatan
Engkau menyambung tali kekerabatan dengan kerabatmu yang memutusnya. Engkau menguatkan kerabat dekat yang lemah. Engkau cukupi kebutuhan kerabat dekat yang papa. Engkau adalah tulang punggung keluarga dan kerabatmu. Bagi orang yang lebih tua, engkau adalah anak yang berbakti. Bagi orang yang sebaya, engkau adalah saudara yang baik hati. Dan bagi orang yang lebih muda, engkau adalah orang tua yang mengasihi. Apa yang mereka dengar dan lihat dari dirimu hanyalah kebaikan.
Engkau senantiasa berkata jujur
Engkau tidak pernah berbohong. Engkau tidak pernah menipu mereka. Engkau tidak pernah member kesaksian palsu. Engkau tidak pernah memanipulasi. Masyarakat tidak pernah mendapatimu berbohong, walau sekali dalam seumur hidupmu. Jiwa ragamu bersih dari kotoran kedustaan.
Engkau selalu menanggung beban orang yang lemah. Bukan hanya membantu orang yang lemah, engkau juga memikulnya! Bukan hanya memikul dirinya, engkau juga memikul bebannya! Tiada orang lemah yang bertandang kepadamu, melainkan engkau penuhi kebutuhannya, engkau gembirakan hatinya, dan engkau muliakan kehinaannya.
Engkau selalu menjamu tamu. Alangkah beruntungnya orang yang singgah di rumahmu! Alangkah sedapnya hidangan yang kau sajikan untuk tamumu! Engkau nyalakan tungku, engkau masakkan kuah berdaging dan adonan roti yang lembut, dan engkau penuhi kebutuhannya. Jika tamu bermalam di rumahmu, mereka menikmati tidur yang nyeyak dan aman. Jika tamu keluar dari rumahmu, mereka merasakan kebahagiaan dan penghormatan dari tuan rumah.
Engkau selalu membantu orang-orang yang tertimpa musibah
Musibah yang dialami manusia beragam. Kesulitan hidup yang mendera mereka bertumpuk-tumpuk. Jika mereka dating meminta bantuan, engkau ulurkan bantuanmu. Kala mereka memerlukan pinjaman tanpa bunga, engkau salurkan pinjamanmu. Saat krisis ekonomi menghantam mereka, engkau kucurkan kedermawananmu. Bagi kaum papa, yatim, janda, dan orang-orang yang mengalami kesusahan…pintu rumahmu selalu terbuka lebar-lebar. Engkau  tempat yang selalu mereka rindukan. 
Saudaraku seislam dan seiman…
Inilah akhlak sosial Muhammad bin Abdullah Al-Hasyimi Al-Qurasyi sebelum menerima wahyu. Ia adalah sumber kebajikan bagi segenap masyarakat. Jika dahulu ia dicintai oleh semua hati manusia…apakah kini ia akan ditelantarkan dan dihinakan oleh Sang Pencipta? Tidak, demi Allah, tidak akan pernah.
Inilah akhlak sosial yang harus menjadi akhlak setiap muslim dan muslima di zaman ini. Terlebih bagi para ustadz, da’I, mubaligh, ulama, dan aktifis muslim yang berjuang demi iqamatud dien. Wahyu pertama di bulan Ramadhan dikaruniakan kepada manusia agung yang memiliki akhlak agung. Jiwa yang agung dan akhlak yang mulia adalah syarat mutlak bagi para pengemban risalah Islam, agar mereka mampu sabar, tegar, dan istiqamah di jalan Allah SWt sampai mereka menemui balasan yang telah dijanjikan Allah SWT.
Di bulan yang penuh berkah ini, sudah seharusnya kita meniru akhlak sosial Rasulullah SAW …niscaya kita akan bahagia, dan Allah SWT tidak akan menelantarkan Anda. Wallahu a’lam bish-shawab.

Ramadhan & Sirah Nabawwiyah III : Perang Badar, pemisah antara kebenaran dan kebatilan


Saif Al Battar

Rabu, 10 Agustus 2011 04:56:18

Arrahmah.com – Rasulullah SAW menerima wahyu yang pertama di bulan Ramadhan. Di bulan yang penuh berkah ini pula, tepatnya hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan 2 H (13 Maret 624 H), pasukan Islam menerjuni peperangan besar melawan pasukan musyrik Quraisy di dekat sumur Badar. Badar adalah daerah yang berjarak 155 km dari Madinah, 310 km dari Makkah, dan 30 km dari pesisir pantai Laut Merah. Rasulullah SAW bersama 83 shahabat Muhajirin, 61 shahabat dari suku Aus,  dan 170 shahabat dari suku Khazraj harus menghadapi 1000 orang prajurit musyrik Quraisy yang bersenjata lengkap. Dengan izin Allah SWT, 70 orang musyrik Quraisy berhasil dibinasakan dan 70 orang musyrik lainnya ditawan. Di kalangan pasukan Islam, 6 shahabat Muhajirin dan 8 shahabat Anshar gugur sebagai syuhada’. Kemenangan telak pasukan Rasulullah SAW yang kecil atas pasukan musyrik yang besar itu diabadikan oleh Allah SWT sebagai yaumul furqan, hari pembeda antara kebenaran dengan kebatilan. Kebenaran Islam dari kebatilan jahiliyyah, kebenaran tauhid dari kebatilan syirik, kebenaran iman dari kebatilan kekufuran. Allah SWT berfirman,

“…Jika kalian beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) pada di hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal (8): 41)

Perang Badar adalah peperangan besar pertama antara kekuatan Islam dengan musuh-musuh Islam. Ia memang telah terjadi 1430 tahun yang lalu menurut kalender hijriyah. Namun sampai hari ini, bahkan sampai menjelang hari kiamat kelak, ia akan terus menjadi sumber pelajaran bagi kaum muslimin. Berjuta hikmah senantiasa ia pancarkan sebagai pelita jalan bagi para komandan dan prajurit jihad yang berjuang menegakkan Islam. Para dai, murabbi, mushlih, dan mujaddid, senantiasa menjadikannya sebagai panduan dalam meniti kerasnya jalan dakwah, tarbiyah, ishlah, dan tajdid.

Allah SWT menghendaki perang Badar sebagai pelajaran abadi bagi setiap muslim dan muslimah. Bukan sekedar melantunkan senandung shalawat Badar yang mengandung tawasul bid’ah dan syirik. Juga bukan hanya membaca atau menghafal kisahnya dari buku-buku Sirah Nabawiyah. Lebih dari itu, bagaimana kaum muslimin mengambil pelajaran akidah, ibadah, akhlak, mu’amalah, politik, ekonomi, dan militer dari perang Badar. Itulah yang dikehendaki oleh Allah SWT sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kalian pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan segolongan yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (QS. Ali Imran (3): 13)

Saudaraku seislam dan seiman…

Kisah lengkap perang Badar sudah tertulis dalam buku-buku Sirah Nabawiyah. Shalawat Badar sudah terlalu sering kita dengar mengalun syahdu dari masjid dan majlis taklim. Namun, seberapa sering kita merenungkan dan mengambil pelajaran dari perang Badar? Sudahkah kita meluangkan waktu kita di bulan terjadinya perang Badar ini dalam kajian serius tentang hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik darinya? Sudahkah kita menjadi Ulil Abshar (orang-orang yang mempunyai mata hati) yang melaksanakan firman Allah SWT di atas?

Perang Badar adalah panggung nyata pelajaran akidah. Ia mengajarkan kemurnian niat lillahi Ta’ala dalam perjuangan, bukan memburu nikmat duniawi dengan kendaraan agama. Ia mengajarkan tawakal, tsiqah (percaya sepenuhnya), isti’anah (meminta pertolongan), dan istighatsah (meminta pertolongan saat bencana menimpa) kepada Allah semata. Ia menegaskan mu’jizat Nabi SAW, karamah para shahabat, dan turunnya pertolongan Allah. Ia meneguhkan iman kepada Allah, Rasul-Nya, dan malaikat-Nya. Ia mengajarkan wala’ kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum beriman. Ia mengabadikan bara’ kepada kaum musyrik, walau mereka adalah ayah, anak, saudara, atau kaum kerabat sendiri.

Perang Badar adalah wahana langsung pembelajaran ibadah. Ada pelajaran thaharah lewat air hujan. Ada pelajaran shalat wajib berjama’ah walau musuh sudah sejarak pandangan mata. Ada pelajaran shalat malam dan larut dalam khusyu’nya doa sebagai bekal sebelum berperang. Ada pelajaran dzikir sebelum, ketika, dan sesudah berperang.

Perang Badar mengajarkan akhlak secara praktik. Ia mengajarkan kepada setiap prajurit muslim untuk mendahulukan ajakan Allah dan Rasul-Nya walau tidak sesuai dengan keinginan dan kepentingan pribadi. Ia mengajarkan sikap siap dan taat kepada Rasulullah SAW meski bertolak belakang dengan kepentingan hawa nafsu. Ia mengajarkan pentingnya sabar dan tsabat (teguh, tidak mundur) saat bertemu musuh. Ia mengajari setiap komandan untuk bermusyawarah dengan bawahan, mencintai pasukan, dan mempedulikan semua kebutuhan mereka.

Perang Badar mengajarkan mu’amalah secara benar. Darinya, komandan memahami hak dan kewajibannya terhadap anggota pasukan. Pasukan mengenali hak dan kewajibannya terhadap komandan. Ia juga mengajarkan etika terhadap tawanan, harta rampasan perang, dan tebusan terhadap tawanan.

Perang Badar adalah teladan dalam ilmu kemiliteran. Memilih posisi yang tepat, menyediakan logistic yang cukup, mengirim mata-mata, menghimpun data yang akurat tentang kekuatan musuh, musyawarah komandan dengan para penasehat militer, membangun pos komando, menyiapkan dan mengatur barisan, mengatur siasat perang, ketaatan kepada komandan, kesolidan pasukan, keberanian dan keteguhan di medan laga, dan banyak pelajaran lainnya.

Perang Badar adalah sarana pembelajaran strategi ekonomi. Melemahkan kekuatan ekonomi musuh dengan menghadang dan merampas kafilah dagang mereka agar tidak dipergunakan sebagai sarana memerangi kaum muslimin, adalah tujuan utama keberangkatan pasukan Islam ke medan Badar. Suatu hal yang kini digembar-gemborkan oleh media massa zionis-salibis-sekuleris sebagai pembajakan, perampokan, dan kejahatan terhadap usaha bisnis kapitalis mereka.

Perang Badar juga merupakan ajang pertarungan politik antara kedua belah pasukan. Pihak yang menang akan meraih kepercayaan diri yang tinggi dan penghormatan dari bangsa Arab di seantero Jazirah Arab. Kaum Yahudi mulai memperhitungkan kekuatan kaum muslimin. Dan kaum musyrikin di Madinah terpaksa menampakkan diri sebagai orang-orang muslim, demi menyelamatkan nyawa dan harta mereka. Penduduk Madinah terbagi menjadi tiga; muslim, munafik, dan Yahudi. Kekuasaan Rasulullah SAW di Madinah semakin mantap, sedang kaum Yahudi dan munafik selalu mencari-cari kesempatan yang tepat untuk menikam dari belakang.     

Bahkan perang Badar membawa dampak luar biasa bagi bidang pendidikan. Anak-anak kaum muslimin di Madinah sibuk belajar baca-tulis. Gurunya adalah para tawanan perang musyrik yang memiliki keahlian baca-tulis, sebagai syarat pembebasan mereka. Pemberantasan buta huruf dan aksara begitu digalakkan. Kebodohan adalah musuh yang harus diperangi, sebagaimana mereka memerangi pasukan musrik di lembah Badar.

Benar yang beradu langsung adalah otot dan senjata di lembah Badar. Namun dimensi dan dampaknya meluas, merambah semua sektor kehidupan kaum muslimin dan kaum musyrikin. Demikian pentingnya kemenangan dan demikian berbahayanya kekalahan dalam perang ini, sehingga semalam suntuk Nabi SAW berdoa sambil menangis dalam shalat malamnya,

اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي .. اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي.. اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الإسلام لا تُعْبَدْ فِي الأرْضِ!!

Ya Allah, laksanakanlah apa yang Engkau janjikan kepadaku! Ya Allah, karuniakanlah kepadaku apa yang Engkau janjikan kepadaku! Ya Allah,jika Engkau membiarkan kelompok kecil umat Islam ini kalah binasa, niscaya Engkau tidak akan lagi disembah di muka bumi!” (HR. Muslim no. 3309)

Saudaraku seiman dan seislam…

Bulan Ramadhan adalah bulan jihad, ribath, dan kemenangan. Kemenangan mujahidin Imarah Thaliban di Afghanistan atas pasukan salibis NATO dan murtadin…kemenangan mujahidin Imarah Islam di Iraq atas pasukan salibis dan murtadin…kemenangan mujahidin Asy-Syabab atas pasukan salibis-murtadin di Somalia…kemenangan mujahidin Aden-Abyan atas pasukan murtadin di Yaman…dan kemenangan-kemenangan mujahidin lainnya di seluruh dunia…semoga merupakan rentetan panjang dari kemenangan telak perdana pasukan Islam di medan Badar  tahun 2 H.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kemenangan kepada mujahidin Islam yang ikhlash berjuang demi tegaknya syariat Allah di muka bumi sesuai manhaj Rasul-Nya…siapa pun mereka…di manapun mereka berada…dan kapan pun waktunya. Amien.

Wallahu a’lam bish-shawab.