blog


glitter-graphics.com [url=http://www.glitter-graphics.com][img]http://dl3.glitter-graphics.net/pub/1238/1238563s6wfel4lo6.gif[/img][/url]

Kamis, 29 Desember 2011

Kisah Nyata: Kisah seorang istri yang shalihah

Saif Al Battar
Senin, 14 November 2011 11:41:42
Usia istri Yaqin masih sangat muda, sekitar 19 tahun. Sedangkan usia Yaqin waktu itu sekitar 23 tahun. Tetapi mereka sudah berkomitmen untuk menikah.
Istrinya Yaqin cantik, putih, murah senyum dan tutur katanya halus. Tetapi kecantikannya tertutup sangat rapi. Dia juga hafal Al-Qur’an di usia yang relatif sangat muda , Subhanallah…
Sejak awal menikah, ketika memasuki bulan kedelapan di usia pernikahan mereka, istrinya sering muntah-muntah dan pusing silih berganti… Awalnya mereka mengira “morning sickness” karena waktu itu istrinya hamil muda.
Akan tetapi, selama hamil bahkan setelah melahirkanpun istrinya masih sering pusing dan muntah-muntah. Ternyata itu akibat dari penyakit ginjal yang dideritanya.
Satu bulan terakhir ini, ternyata penyakit yang diderita istrinya semakin parah..
Yaqin bilang, kalau istrinya harus menjalani rawat inap akibat sakit yang dideritanya. Dia juga menyampaikan bahwa kondisi istrinya semakin kurus, bahkan berat badannya hanya 27 KG. Karena harus cuci darah setiap 2 hari sekali dengan biaya jutaan rupiah untuk sekali cuci darah.
Namun Yaqin tak peduli berapapun biayanya, yang terpenting istrinya bisa sembuh.
Pertengahan bulan Ramadhan, mereka masih di rumah sakit. Karena, selain penyakit ginjal, istrinya juga mengidap kolesterol. Setelah kolesterolnya diobati, Alhamdulillah sembuh. Namun, Ternyata ada masalah dengan paru-parunya. Diobati lagi, Alhamdulillah sembuh.
***
Suatu ketika , Istrinya sempat merasakan ada yang aneh dengan matanya. “Bi, ada apa dengan pandangan Ummi?? Ummi tidak dapat melihat dengan jelas.” Mereka memang saling memanggil dengan “Ummy” dan ” Abi” . sebagai panggilan mesra. “kenapa Mi ?” Yaqin agak panik “Semua terlihat kabur.” Dalam waktu yang hampir bersamaan, darah tinggi juga menghampiri dirinya… Subhanallah, sungguh dia sangat sabar walau banyak penyakit dideritanya…
                                                                                                                                    
Selang beberapa hari, Alhamdulillah istri Yaqin sudah membaik dan diperbolehkan pulang.

Memasuki akhir Ramadhan, tiba-tiba saja istrinya merasakan sakit yang luar biasa di bagian perutnya, sangat sakiiit. Sampai-sampai dia tidak kuat lagi untuk melangkah dan hanya tergeletak di paving depan rumahnya.
***
“Bi, tolong antarkan Ummi ke rumah sakit ya..” pintanya sambil memegang perutnya…
Yaqin mengeluh karena ada tugas kantor yang harus diserahkan esok harinya sesuai deadline. Akhirnya Yaqin mengalah. Tidak tega rasanya melihat penderitaan yang dialami istrinya selama ini.
Sampai di rumah sakit, ternyata dokter mengharuskan untuk rawat inap lagi. Tanpa pikir panjang Yaqin langsung mengiyakan permintaan dokter.
“Bi, Ummi ingin sekali baca Al-Qur’an, tapi penglihatan Ummi masih kabur. Ummi takut hafalan Ummi hilang.”
“Orang sakit itu berat penderitaannya Bi. Disamping menahan sakit, dia juga akan selalu digoda oleh syaitan. Syaitan akan berusaha sekuat tenaga agar orang yang sakit melupakan Allah. Makanya Ummi ingin sekali baca Al-Qur’an agar selalu ingat Allah.
Yaqin menginstal ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam sebuah handphone. Dia terharu melihat istrinya senang dan bisa mengulang hafalannya lagi, bahkan sampai tertidur. Dan itu dilakukan setiap hari.
“Bi, tadi malam Ummi mimpi. Ummi duduk disebuah telaga, lalu ada yang memberi Ummi minum. Rasanya enaaak sekali, dan tak pernah Ummi rasakan minuman seenak itu. Sampai sekarangpun, nikmatnya minuman itu masih Ummi rasakan”
“Itu tandanya Ummi akan segera sembuh.” Yaqin menghibur dirinya sendiri, karena terus terang dia sangat takut kehilangan istri yang sangat dicintainya itu.
Yaqin mencoba menghibur istrinya. “Mi… Ummi mau tak belikan baju baru ya?? Mau tak belikan dua atau tiga?? Buat dipakai lebaran.”
“Nggak usah, Bi. Ummi nggak ikut lebaran kok” jawabnya singkat. Yaqin mengira istrinya marah karena sudah hampir lebaran kok baru nawarin baju sekarang.
“Mi, maaf. Bukannya Abi nggak mau belikan baju. Tapi Ummi tahu sendiri kan, dari kemarin-kemarin Abi sibuk merawat Ummi.”
“Ummi nggak marah kok, Bi. Cuma Ummi nggak ikut lebaran. Nggak apa-apa kok Bi.”
”Oh iya Mi, Abi beli obat untuk Ummi dulu ya…??” Setelah cukup lama dalam antrian yang lumayan panjang, tiba-tiba dia ingin menjenguk istrinya yang terbaring sendirian. Langsung dia menuju ruangan istrinya tanpa menghiraukan obat yang sudah dibelinya.

***
Tapi betapa terkejutnya dia ketika kembali . Banyak perawat dan dokter yang mengelilingi istrinya.
“Ada apa dengan istriku??.” tanyanya setengah membentak. “Ini pak, infusnya tidak bisa masuk meskipun sudah saya coba berkali-kali.” jawab perawat yang mengurusnya.
Akhirnya, tidak ada cara lain selain memasukkan infus lewat salah satu kakinya. Alat bantu pernafasanpun langsung dipasang di mulutnya.
Setelah perawat-perawat itu pergi, Yaqin melihat air mata mengalir dari mata istrinya yang terbaring lemah tak berdaya, tanpa terdengar satu patah katapun dari bibirnya.
“Bi, kalau Ummi meninggal, apa Abi akan mendoakan Ummi?” “Pasti Mi… Pasti Abi mendoakan yang terbaik untuk Ummi.” Hatinya seakan berkecamuk. “Doanya yang banyak ya Bi” “Pasti Ummi” “Jaga dan rawat anak kita dengan baik.”
Tiba-tiba tubuh istrinya mulai lemah, semakin lama semakin lemah. Yaqin membisikkan sesuatu di telinganya, membimbing istrinya menyebut nama Allah. Lalu dia lihat kaki istrinya bergerak lemah, lalu berhenti. Lalu perut istrinya bergerak, lalu berhenti. Kemudian dadanya bergerak, lalu berhenti. Lehernya bergerak, lalu berhenti. Kemudian matanya…. Dia peluk tubuh istrinya, dia mencoba untuk tetap tegar. Tapi beberapa menit kemudian air matanya tak mampu ia bendung lagi…
Setelah itu, Yaqin langsung menyerahkan semua urusan jenazah istrinya ke perawat. Karena dia sibuk mengurus administrasi dan ambulan. Waktu itu dia hanya sendiri, kedua orang tuanya pulang karena sudah beberapa hari meninggalkan cucunya di rumah. Setelah semuanya selesai, dia kembali ke kamar menemui perawat yang mengurus jenazah istrinya.
“Pak, ini jenazah baik.” kata perawat itu. Dengan penasaran dia balik bertanya. “Dari mana ibu tahu???” “Tadi kami semua bingung siapa yang memakai minyak wangi di ruangan ini?? Setelah kami cari-cari ternyata bau wangi itu berasal dari jenazah istri bapak ini.” “Subhanalloh…”
Tahukah sahabatku,… Apa yang dialami oleh istri Yaqin saat itu? Tahukah sahabatku, dengan siapa ia berhadapan? Kejadian ini mengingatkan pada suatu hadits
“Sesungguhnya bila seorang yang beriman hendak meninggal dunia dan memasuki kehidupan akhirat, ia didatangi oleh segerombol malaikat dari langit. Wajah mereka putih bercahaya bak matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga. Selanjutnya mereka akan duduk sejauh mata memandang dari orang tersebut. Pada saat itulah Malaikat Maut ‘alaihissalam menghampirinya dan duduk didekat kepalanya. Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata: “Wahai jiwa yang baik, bergegas keluarlah dari ragamu menuju kepada ampunan dan keridhaan Allah”. Segera ruh orang mukmin itu keluar dengan begitu mudah dengan mengalir bagaikan air yang mengalir dari mulut guci. Begitu ruhnya telah keluar, segera Malaikat maut menyambutnya. Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut, para malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang tidak membiarkanya sekejap pun berada di tangan Malaikat Maut. Para malaikat segera mengambil ruh orang mukmin itu dan membungkusnya dengan kain kafan dan wewangian yang telah mereka bawa dari surga. Dari wewangian ini akan tercium semerbak bau harum, bagaikan bau minyak misik yang paling harum yang belum pernah ada di dunia. Selanjutnya para malaikat akan membawa ruhnya itu naik ke langit. Tidaklah para malaikat itu melintasi segerombolan malaikat lainnya, melainkan mereka akan bertanya: “Ruh siapakah ini, begitu harum.” Malaikat pembawa ruh itupun menjawab: Ini adalah arwah Fulan bin Fulan (disebut dengan namanya yang terbaik yang dahulu semasa hidup di dunia ia pernah dipanggil dengannya).” (HR Imam Ahmad, dan Ibnu Majah).
***
“Sungguh sangat singkat kebersamaan kami di dunia ini , akan tetapi sangat banyak bekal yang dia bawa pulang. Biarlah dia bahagia di sana” Air matapun tak terasa mengalir deras dari pipi Yaqin.

Subhanallah…

Rabu, 28 Desember 2011

JIKA 1 JANUARI TIBA

Jawaban terhadap suatu pertanyaan tentu tergantung siapa yang menjawab...
Kalau orang Islam sekuler atau yang tak paham syariat ditanya
''Bolehkah atau tidak umat Islam ikut merayakan tahun baru 1 Januar.. hari Valentine.. dan semacamnya..sebagaimana kaum Kristiani merayakannya..?''
Jawabannya mungkin..
''Mengapa tak boleh..? Sepanjang tak merugikan siapa pun dan pihak mana pun.. merayakan ritual 1 Januari dan semacamnya malah baik.''

Kalau kita bertanya bukan kepada orang yang tepat.. jangan salahkan si penjawab, kalau jawabannya ngawur dan tidak argumentatif..
Jawaban yang tidak argumentatif dan tidak berbobot mungkin tak perlu diperhatikan.. Agar jawaban argumentatif..pertanyaan sebaiknya kita tujukan hanya kepada ulama-ulama kita yang ilmu mereka sudah diyakini.. yang menguasai syariat,..yang kalau menjawab pertanyaan.. mereka bertanggung jawab dan tidak sembarang jawab..

Kalau pertanyaan di atas ditujukan kepada ulama ahlus sunnah wal jama'ah, yang mendasarkan jawaban pada Alquran dan as-sunah serta tidak berani memberikan jawaban yang menyesatkan. Maka, jawaban mereka tegas, yaitu: ''Tidak boleh.'' Tetapi, jawaban tegas tersebut tidak akan diterima semua umat Islam. Tak sedikit yang justru menolak. Bahkan, tidak saja menolak, tetapi ada juga yang justru ikut merayakan tahun baru 1 Januari sebagaimana dirayakan kaum Kristiani secara global internasional.

Bahkan, pada malam tahun baru, ada kawula muda yang beragama Islam ikut-ikutan bersama kawula muda Kristiani berhura-hura melakukan berbagai 'kegiatan' yang sebagian bersifat destruktif. Ironisnya, remaja yang beragama Islam itu terkesan tak merasa berdosa. Terutama, yang sebelumnya sangat akrab dengan kawula muda Kristiani itu.

Remaja Muslim yang tauhidnya telah mantap dan akidahnya sudah mendalam, akan merasa berdosa bergabung dengan Kristiani, apalagi dalam perayaan dan ritual semacam hari Natal, tahun baru, Valentine, dan seterusnya. Tetapi, keluarga Muslim yang sekuler mungkin tak peduli dan tak mencemaskan putra putri mereka sengaja melibatkan diri dalam perayaan Natal, tahun baru, dan lainnya. Juga, remaja dari keluarga yang tidak mengenal syariat dan tak pernah dididik tentang akidah Islamiyah, mungkin tidak merasa risih dan tak merasa berdosa akrab dengan remaja Kristiani, ketika ikut merayakan tahun baru.

Rasul Allah dalam hal ini mengingatkan bahwa pada saatnya nanti, sejengkal demi sejengkal, umat Islam akan mengikuti budaya Nasrani. Bahkan, andainya Nasrani memasuki lubang biawak, umat Islam juga ikut. Diakui atau tidak, sinyalir Nabi itu kini mulai terlihat satu per satu.

Di sini, intervensi setan tak boleh dilupakan. Dengan segala cara, setan iblis berupaya agar remaja Muslim ikut hanyut terlibat dalam pesta merayakan tahun baru itu. Di sinilah, antara lain letak urgensi iman. Kalau seorang remaja tidak beriman, walaupun dirinya dilarang ikut merayakan Natal dan tahun baru, bisa jadi ia akan nekad tetap ikut melibatkan diri. Sebaliknya, kalau ia beriman, diajak dan disuruh pun, ia tetap takkan sudi. Artinya, peran iman yang menentukan dalam hal ini. Kalau kedua orang tua seorang remaja memang saleh dan selalu mendoakan anaknya, biasanya sang anak remaja tersebut tidak akan ikut dalam kegiatan ritual itu. Remaja yang melibatkan diri dalam hura-hura pesta pada hari Natal dan tahun baru, pada umumnya orang tua mereka tak beriman dan kurang perduli serta tak mau mendakwahi anak sendiri.

Bahkan, mungkin tak pernah shalat seumur hidup. Dalam hal ini, sangat aib sekali kalau seseorang sangat bersemangat menceramahi masyarakat dan berkhotbah di berbagai masjid, tetapi tidak mendidik anak sendiri sehingga sang anak terlibat dalam ritual Natal dan tahun baru. Berdasarkan dalil-dalil dari Alquran dan as-sunah, para pendahulu umat ( salafus saleh seperti para sahabat Nabi) sepakat menyatakan bahwa hari raya dalam Islam hanya ada dua, Idul Fitri dan Idul Adha.

Selainnya, tidak hanya sekadar tidak syari'i, tetapi umat Islam tak boleh ikut merayakannya, mengakuinya, menampakkan kegembiraan karenanya, dan membantu penyelenggaraannya. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dalam konteks ini bersabda: ''Barang siapa menyerupai satu kaum maka dia termasuk mereka.'' (HR Abu Dawud dari Abdullah bin Umar) Hari Natal dan tahun baru termasuk di antara jenis perayaan yang dimaksudkan di atas, sebab termasuk di antara perayaan Nasrani.

Maka, tidak halal bagi seorang Muslim yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, menyetujuinya atau mengucapkan selamat terhadapnya. Sebaliknya, wajib atas setiap Muslim menjauhinya, sebagai wujud menjawab panggilan Allah SWT dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam, dan menjauhkan diri dari berbagai sebab yang mendatangkan kemurkaan Allah SWT dan siksaan-Nya. Juga, diharamkan atas seorang Muslim membantu perayaan tersebut dengan cara apa pun, baik berupa pemberian hadiah, makanan, minuman, menjual, membeli, membuat, saling berkirim surat, dan seterusnya.

Sebab, itu semua termasuk dalam sikap saling menolong di atas dosa dan permusuhan, serta kemaksiatan kepada Allah dan rasul-Nya. Allah SWT dalam hal ini berfirman: ''Dan saling bertolong-tolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS Almaidah: 2)

Kamis, 22 Desember 2011

Kisah Nyata: Akhir hayat penggemar musik dan pencinta Al-Qur'an






Saif Al Battar
Senin, 21 November 2011 16:58:12

Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.
Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri: “Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar-benar mengherankan!”
Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan…Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.
Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.
Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.
Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Pekejaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi. Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak.
Aku bingung dan sering melamun sendirian…banyak waktu luang…pengetahuanku terbatas.
Aku mulai jenuh…tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentuk penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.
Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengalihkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban.
Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.
 Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.
Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah temanku.
Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat…Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.
Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.  
Tak ada gunanya…
Suara lagunya semakin melemah…lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak… keduanya telah meninggal dunia.
Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.
Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening.
Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.
Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.
Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu’ sekali.
Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu.

Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak pemah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.
* Kejadian Yang Menakjubkan… Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu…sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku.
Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.
Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.
Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapatpenanganan.
Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at menjalankan perintah agama.
Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.
Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an…dengan suara amat lemah.
“Subhanallah! ” dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati.
Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan Al Quran seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: “Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi aku Sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.
Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga.
Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.
Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah  wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan. 
Sampai di rumah sakit…
Kepada orang-orang di sanal kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.
Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya.
Salah seorang petugas tumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkan ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana, almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.
Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan halus. “Justru saya memanfaatkan waktu perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum.
Aku ikut menyalati jenazah dan mengantarnya sampai ke kuburan.
Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat.
“Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah”.
Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya…
Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat…
Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin…(Azzamul Qaadim, hal 36-42)

Sumber : [“Saudariku Apa yang Menghalangimu Untuk Berhijab”; judul asli Kesudahan yang Berlawanan; Asy Syaikh Abdul Hamid Al-Bilaly; Penerbit : Akafa Press Hal. 48]

Kamis, 24 November 2011

♥ Kasih Sayang Allah Kepada Wanita Shalihah ♥


bismillahirrahmanirrahim..
.

Ini adalah kisah seorang wanita shalihah yang sangat takwa kepada Allah. Ia amat gemar berbuat kebajikan, tidak putus-putus mengingat Allah, tidak sudi keluar dari mulutnya kata-kata yang tak pantas. Bila disebut api neraka, ia lantas ketakutan luar biasa dan sangat cemas hatinya, ia angkat tangannya seraya memohon dengan penuh ketundukan agar terhindar darinya. Dan bila disebut surga, ia demikian bernafsu karena sangat menginginkannya, ia ulurkan kedua tangannya seraya berdoa dan bermunajat kepada Allah agar menjadikan dirinya termasuk penghuninya. Ia mencintai manusia dan mereka pun mencintainya. Ia begitu senang berada di tengah mereka, demikian pula dengan mereka terhadapnya.


Suatu ketika, tiba-tiba ia merasakan sakit yang luar biasa di pahanya, lalu ia cepat-cepat mengambil minyak, mengolesi dan mengurutnya. Ia juga mengompresnya dengan air hangat namun rasa sakit itu malah semakin bertambah.

Setelah pergi ke sana kemari untuk berobat di banyak rumah sakit dan berdasarkan petunjuk beberapa orang dokter, ia bersama suaminya akhirnya pergi ke London. Di sana, di sebuah rumah sakit megah, setelah dilakukan diagonosa secara detil, tim dokter menyimpulkan bahwa di dalam darah wanita shalihah ini terdapat pembusukan. Mereka lalu mencari sumbernya dan ternyata sumber rasa sakit itu ada di bagian paha. Para dokter pun memutuskan, wanita ini positif menderita kanker di pahanya. Itulah yang menjadi sumber rasa sakit dan pembusukan. Akhirnya, tim dokter itu memutuskan perlunya segera memotong (mengamputasi) salah satu kaki wanita ini dari bagian atas paha agar virusnya tidak menyebar.

Di dalam sebuah kamar operasi, wanita ini pasrah dan menyerahkan semua urusan kepada qadla dan takdir Allah semata sementara lisannya tiada putus-putusnya berdzikir kepada-Nya, dengan penuh ketulusan meminta perlindunganNya dan berserah diri.

Akhirnya, tim dokter berkumpul dan siap melakukan operasi amputasi yang tergolong berat. Pisau sudah ditancapkan di alat pemotongnya dan si wanita itu pun didekatkan. Daerah yang akan diamputasi pun sudah diukur sedemikian teliti. Dan di tengah rasa takut yang menghantui dan kengerian yang mencekam, aliran listerik pun dihidupkan. Lalu… baru saja alat pemotong bergerak, tiba-tiba terdengar suara patahnya pisau. Semua tercengang melihat kejadian yang baru pertama kali ini. Operasi pun terpaksa diulang lagi dengan meletakkan pisau baru namun kejadian serupa kembali terjadi, hingga terulang tiga kali. Kejadian yang aneh dalam sejarah ‘amputasi’ ini meninggalkan tanda tanya dan kebingungan dari wajah-wajah para dokter tersebut yang saling pandang satu sama lain. Kepala tim dokter pun mengajak rekan-rekannya berbincang sebentar di sisi pasien untuk berurun rembug. Kemudian mereka memutuskan untuk melakukan operasi bedah terhadap paha yang semula akan diamputasi. Tetapi belum lagi menyentuh sasaran, mereka kembali dibuat tercengang. Dengan mata kepada sendiri, mereka melihat tiba-tiba mendapati sebuah kapas yang membusuk dalam bentuk yang tidak indah dan kurang sedap baunya. Setelah melakukan pekerjaan ringan, tim dokter pun membersihkan daerah pembusukan itu dan mem-vakum-nya. Tak berapa lama, wanita itu berteriak keras. Dan, setelah itu rasa sakit yang ia alami hilang sama sekali dan tidak ia rasakan lagi keluhan apa-apa.

Setelah tersadar, wanita ahli ibadah itu menengok ke arah kakinya yang ternyata tidak diapa-apakan dan mendapati suaminya tengah berbincang dengan tim dokter yang masih saja tampak ketercengangan menghiasi wajah-wajah mereka. Mereka terus bertanya kepada sang suami apakah isterinya sebelum ini pernah melakukan operasi bedah pada pahanya.? Para dokter itu akhirnya tahu bahwa kedua pasangan suami isteri ini pernah mengalami kecelakaan jalan raya beberapa waktu lalu yang menyebabkan sang isteri mengalami luka parah di daerah di mana terjadi pembusukan itu. Maka, secara spontan, para dokter itu berkata serentak, “Sungguh ini merupakan inayah ilahi semata.”

Mengetahui kondisinya yang sudah pulih dan kabut bahaya tidak lagi mengancam dirinya, betapa gembiranya wanita yang shalihah itu. Ia semula membayangkan bakal berjalan dengan hanya sebuah kaki tetapi rupanya hal itu tidak terjadi. Ia pun tidak henti-hentinya mengucapkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah di mana ia merasakan betapa dekatnya Dia dengan dirinya dan betapa besar belas kasih dan rahmat-Nya.

(SUMBER: asy-Syifa’ Ba’da al-Maradl karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy, hal.27-29)

Selasa, 22 November 2011

Dialog Dengan Jin Yang Masuk ke Tubuh Manusia




Segala puji bagi Allah I, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Y, keluarga, para sahabat dan yang mengikuti petunjuknya.
Adapun sesudah itu:
Sebagian media cetak lokal dan yang lain telah mempublikasikan (pada bulan Sya'ban 1407 H.) beberapa cerita pendek dan panjang tentang pernyataan seorang jin masuk Islam di sisiku –yang telah merasuki seorang muslimah di Riyadh-, setelah ia menyatakan hal itu di hadapan saudara Abdullah bin Musyrif al-'Umari yang tinggal di Riyadh, setelah ia membaca (ruqyah) kepada yang sakit, berdialog dengan jin tersebut, mengingatkannya kepada Allah I, menasihatinya, dan mengabarkan kepadanya bahwa perbuatan zalim adalah haram dan merupakan dosa besar, serta mengajaknya agar keluar dari wanita itu.

Akhirnya jin itu menerima dakwah tersebut dan menyatakan keislamannya di hadapan Abdullah al-Umari tersebut. Kemudian dia dan wali dari perempuan yang sakit ingin datang kepadaku dengan wanita itu hingga aku mendengar pernyataan masuk islam dari jin tersebut, lalu mereka datang kepadaku.

Aku bertanya kepadanya tentang penyebab ia masuk ke dalam tubuh wanita itu, ia pun mengabarkan kepadaku sebab musababnya dan bertutur lewat lisan wanita itu. Namun suara lelaki, bukan suara perempuan. Wanita itu duduk di kursi yang ada di sampingku, saudaranya laki-laki dan perempuan, dan Abdullah al-Umari, serta sebagian syaikh yang turut menyaksikan hal itu dan mendengarkan ucapan jin tersebut. Dia telah menyatakan keislamannya secara tegas, dan mengabarkan bahwa ia berasal dari India beragama Budha.
Lalu aku menasihatinya, berwasiat kepadanya agar bertaqwa kepada Allah Y, meminta dia keluar dari wanita ini, menjauhkan diri dari kezalimannya, lalu ia menerima permintaanku tersebut dan berkata: 'Aku menerima Islam.' Aku pun berpesan kepadanya agar berdakwah kepada kaumnya untuk masuk Islam setelah Allah Y memberi petunjuk kepadanya, lalu ia berjanji dengan baik dan meninggalkan perempuan itu. Dan ucapan terakhirnya adalah assalamu 'alaikum. Kemudian wanita itu berbicara dengan lisannya yang biasa dan merasa sehat dan hilang rasa capeknya.

Kemudian wanita itu datang lagi kepadaku setelah berlalu satu bulan atau lebih bersama dua saudaranya, pamannya (saudara ibunya) dan saudarinya, dan menceritakan kepadaku bahwa ia sudah sehat dan baik, dan sesungguhnya jin itu tidak pernah datang lagi kepadanya. Aku bertanya kepadanya tentang perasaannya saat jin itu ada di dalam tubuhnya, ia menjawab: bahwa ia merasakan fikiran buruk yang menyalahi syara', merasa cenderung kepada agama Budha dan ingin mempelajari buku-bukunya. Kemudian, setelah Allah Y menyelamatkannya darinya, sirnalah semua fikiran yang menyimpang tersebut.          Sampai berita kepadaku tentang Syaikh ath-Thanthawi, bahwa ia mengingkari terjadinya peristiwa seperti ini dan menyebutkan bahwa itu adalah bohong dan bisa saja pembicaraan itu adalah rekaman bersama wanita itu dan ia tidak bertutur dengan hal itu. Aku (Syaikh Bin Baz) meminta kaset rekaman ucapannya (syaikh Thanthawi) dan aku sudah mengetahui apa yang dia sebutkan. Aku merasa sangat heran tentang pernyataannya bahwa itu mungkin adalah rekaman, padahal aku telah bertanya kepada jin itu beberapa pertanyaan dan ia menjawabnya.

Bagaimana mungkin orang berakal mengira bahwa kaset bisa bertanya dan menjawab? Ini adalah kesalahan terburuk dan memungkinkan yang batil. Dan ia mengira pula bahwa jin masuk islam lewat tangan manusia menyalahi firman Allah Y dalam cerita nabi Sulaiman u.

…Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi". (QS. Shaad:35)

Tidak disangsikan bahwa ini adalah kesalahannya juga –semoga Allah Y memberi petunjuk kepadanya- dan karena pemahaman yang batil. Jin masuk Islam lewat tangan manusia sama sekali tidak bertentangan dengan doa Nabi Sulaiman u, banyak sekali bangsa jin yang masuk Islam lewat tangan Nabi e.
Allah Y telah menegaskan hal itu dalam surah al-Ahqaf dan surah al-Jinn. Disebutkan dalam Shahihain, dari hadits Abu Hurairah t, dari Nabi e, beliau bersabda:

قال رسول الله e:  (( إِنَّ الشَّيْطَانَ عَرَضَ لِى فَشَدَّ عَلَيَّ لِيَقْطَعَ الصَّلاَةَ عَليَّ فَأَمْكَنَنِيَ اللهُ مِنْهُ فَذَعَتُّهُ وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أُوْثِقَهُ إِلَى سَارِيَةٍ حَتَّى تُصْبِحُوْا فَتَنْظُرُوْا إِلَيْهِ فَذَكَرْتُ قَوْلَ سُلَيْمَانَ  uرَبِّ هَبْ لِي مُلْكًا لاَيَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي فَرَدَّهُ اللهُ خَاسِئًا ))  ( رواه البخاري )

"Sesungguhnya syetan datang kepadaku, ia menyusahkan aku untuk memutuskan shalatku. Lalu Allah Y memberikan kemampuan kepadaku (untuk menangkapnya) maka aku mencekiknya. Sungguh aku berniat untuk mengikatnya di tiang (masjid) hingga pagi hari kamu bisa melihatnya, namun aku teringat ucapan nabi Sulaiman u: 'Ya Rabb, berilah kepadaku kerajaan yang tidak pantas bagi seseorang sesudahku,' maka Allah Ta'ala mengembalikannya dalam kondisi rugi.[1] Ini lafazh hadits al-Bukhari.

Dan lafazh Muslim[2]: "Sesungguhnya ifrit dari bangsa jin menyerangku tadi malam untuk memutuskan shalatku, dan Allah Y memberi kemampuan kepadaku (untuk menangkapnya) lalu aku mencekiknya. Sungguh aku berencana mengikatnya di samping salah satu tiang masjid hingga pagi hari supaya kamu semua bisa melihatnya, kemudian aku teringat perkataan saudaraku nabi Sulaiman u: :"Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi". Lalu Allah Y mengembalikannya dalam kondisi merugi.'

An-Nasa`i meriwayatkan atas syarat (perawi) al-Bukhari, dari Aisyah radhiyallahu 'anha: 'Sesungguhnya Nabi e shalat, lalu syetan datang, maka beliau memegangnya, menjatuhkannya, lalu mencekiknya. Rasulullah e bersabda:

(( حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ لِسَانِهِ عَلَى يَدِي, لَوْلاَ دَعْوَةُ سُلَيْمَانَ لَأَصْبَحَ مُوْثَقًا حَتَّى يَرَاهُ النَّاسُ ))

'Hingga aku merasakan dingin lisannya di atas tanganku. Kalau bukan karena doa nabi Sulaiman u niscaya ia tetap diikat hingga orang-orang melihatnya.'[3] Dan diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari hadits Abu Sa'id t, dan padanya: 'Aku menurunkan tanganku, aku tetap mencekiknya hingga aku merasakan dingin air liurnya di antara dua jemariku ini yaitu jempol/ibu jari dan yang di sampingnya (telunjuk).'

Al-Bukhari meriwayatkan secara mu'allaq (tanpa menyebutkan sanad, pent.) yang majzum (bentuk lilfa`il, pent.), dari Abu Hurairah t, ia berkata: 'Rasulullah e menugaskan aku menjaga harta zakat Ramadhan. Datang kepadaku seseorang, lalu ia mengambil makanan, aku pun menangkapnya dan berkata: 'Demi Allah, aku akan membawa engkau kepada Rasulullah e.' Ia berkata, 'Sesungguhnya aku adalah orang yang membutuhkan dan aku mempunyai tanggungan keluarga, aku sangat membutuhkan.' Ia (Abu Hurairah t) berkata: 'Aku pun melepaskannya, lalu di pagi hari Rasulullah e bersabda: 'Wahai Abu Hurairah, apakah yang dilakukan oleh tawananmu tadi malam?
Ia berkata: 'Aku berkata: 'Wahai Rasulullah, ia mengeluhkan kebutuhan mendesak dan keluarga, maka aku mengasihaninya dan melepasnya.' Ia (Nabi e) berkata: 'Ketahuilah, ia berdusta kepadamu dan ia akan kembali.' Aku pun mengetahui bahwa ia akan kembali berdasarkan sabda Rasulullah e bahwa ia akan kembali. Lalu aku mengintainya, ia pun datang mengambil makanan, lalu aku menangkapnya dan kukatakan: 'Aku akan membawa engkau kepada Rasulullah e.' Ia berkata: 'Biarkanlah saya, sungguh aku sangat membutuhkan dan aku mempunyai tanggungan keluarga, aku tidak akan kembali.' Maka aku pun mengasihaninya lalu melepaskannya.  Di pagi hari, Rasulullah e bersabda kepadaku: 'Wahai Abu Hurairah, apakah yang dilakukan tawananmu?
Aku berkata: 'Ya Rasulullah, ia mengeluhkan kebutuhan yang sangat dan tanggungan keluarga, lalu aku mengasihaninya dan melepasnya.' Beliau e bersabda: 'Ketahuilah, ia telah berdusta kepadamu dan akan kembali.' Maka aku mengintainya yang ketiga kali. Lalu ia datang mengambil makanan, aku pun menangkapnya seraya berkata: 'Sungguh aku akan membawa engkau kepada Rasulullah e, dan ini adalah yang ketiga kalinya engkau mengaku tidak akan kembali kemudian kembali.' Ia berkata: 'Biarkanlah aku, niscaya aku mengajarkan kepada engkau beberapa kalimat yang Allah Y memberi manfaat kepadamu dengannya.' Aku bertanya: 'Apakah gerangan?' Ia berkata, "Apabila engkau kembali ke tempat tidurmu, bacalah Ayat Kursi:

(( اللهُ لآَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ))

Allah tidak ada Ilah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); (QS. al-Baqarah:255)

hingga akhir ayat. Maka sesungguhnya engkau senantiasa dalam pemeliharaan Allah Y dan syetan tidak bisa mendekatimu hingga pagi.' Aku pun melepasnya, lalu di pagi hari Rasulullah e bersabda: 'Apakah yang dilakukan tawananmu tadi malam? Aku berkata: 'Ya Rasulullah, ia mengaku mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang Allah Y memberi manfaat kepadaku dengannya, lalu aku melepasnya.' Beliau bertanya, 'Apakah itu?' Aku berkata: 'Ia berkata kepadaku: 'Apabila engkau kembali ke tempat tidurmu maka bacalah Ayat Kursi dari awal hingga akhir ayat:  اللهُ لآَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ  dan ia berkata kepadaku: 'Maka sesungguhnya engkau senantiasa dalam pemeliharaan Allah Y dan syetan tidak bisa mendekatimu hingga pagi' –mereka orang yang paling bersemangat terhadap kebaikan- Nabi e bersabda:

'Ketahuilah, sesungguhnya ia benar kepadamu, padahal ia sangat pendusta. Tahukah engkau siapakah yang berbicara denganmu selama tiga malam, wahai Abu Hurairah?' Ia menjawab: 'Tidak.' Beliau bersabda: 'Itu adalah syetan."[4]

Nabi e mengabarkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Shafiyah radhiyallahu 'anha, bahwa nabi e bersabda:

(( إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ ))

'Sesungguhnya syetan mengalir dari tubuh anak cucu Adam seperti aliran darah."[5]
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad dengan isnad yang shahih: sesungguhnya Utsman bin Abil 'Ash t berkata, "Ya Rasulullah, syetan menghalangi di antara aku dan shalat dan bacaanku.' Beliau bersabda:

'Itu adalah syetan yang bernama Khinzab, apabila engkau merasakannya maka berlindungkan kepada Allah Y darinya dan meludahlah di sebelah kirimu sebanyak tiga kali."

Ia berkata, 'Aku pun melakukan hal itu maka Allah Y menghilangkannya dariku."[6] Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang shahih dari Nabi e: Bahwa setiap manusia ada qarin (yang menyertai) dari malaikat dan dari syetan hingga Nabi e, namun Allah Y menolong beliau atasnya hingga ia masuk Islam, maka  ia tidak menyuruhnya kecuali kepada kebaikan.'[7]

Kitabullah, sunnah Rasul-Nya, dan ijma umat menunjukkan bahwa jin bisa masuk ke dalam tubuh manusia dan merasuknya. Bagaimana mungkin orang yang mempunyai ilmu mengingkari hal itu tanpa berdasarkan ilmu dan petunjuk, namun bertaqlid kepada sebagian ahli bid'ah yang menyalahi Ahlussunnah wal Jama'ah? Hanya kepada Allah Y kita memohon pertolongan dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Y. Saya menyebutkan kepadamu, wahai pembaca beberapa ucapan ulama dalam hal itu insya Allah Y:

Keterangan para ulama tafsir dalam firman Allah Y:

قال الله تعالى : ﴿  الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ﴾  (ص: 35)

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. (QS. al-Baqarah:275)

Abu Ja'far bin Jarir ath-Thabari rahimahullah berkata dalam tafsir firman Allah :

﴿  الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ﴾  (ص: 35)

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. (QS. al-Baqarah:275)

Yang berbunyi: maksudnya adalah bahwa ia dirasuki oleh syetan di dunia lalu menyakitinya (مِنَ الْمَسِّ) maksudnya lantaran gila.

Al-Baghawi rahimahullah berkata dalam menafsirkan ayat di atas yang berbunyi: ﴿  الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ﴾  (ص: 35)

Maksudnya: gila. Dikatakan: mussar rajulu fahuwa mamsus: apabila gila.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsir ayat di atas yang berbunyi:

﴿  الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ﴾  (ص: 35)

Artinya mereka tidak bangkit dari kubur mereka di hari kiamat kecuali seperti bangunnya orang yang kerasukan saat dirasuki dan pengaruh syetan baginya. Ibnu Abbas t berkata: 'Orang yang memakan riba dibangkitkan pada hari kiamat dalam kondisi gila yang tercekik.' Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim. Ia berkata: dan diriwayatkan dari 'Auf bin Malik, Sa'id bin Jubair, as-Suddi, ar-Rabi' bin Anas, Qatadah, Maqatil bin Hayyan semisal yang demikian itu.' Hingga di sini yang dimaksud dari ucapannya.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata dalam tafsirnya atas firman Allah Y:

﴿  الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ﴾  (ص: 35)

di dalam ayat ini merupakan dalil rusaknya pemahaman orang yang mengingkari kerasukan jin, dan mengira bahwa hal itu suatu yang alami, dan sesungguhnya syetan tidak bisa memasuki manusia dan tidak ada yang gila karena jin.

Penjelasan para ahli tafsir dalam pengertian ini sangat banyak. Siapa yang menghendakinya ia pasti mendapatkannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitabnya (Idhahu dalalati fi 'umumir risalati litstsaqalain) yang terdapat dalam Majmu' Fatawa jilid 19 hal. 9-65 yang bunyinya setelah pembicaraan sebelumnya: 'Karena inilah, segolongan dari Mu'tazilah seperti al-Jubbai, Abu Bakar ar-Razi, dan selain keduanya mengingkari masuknya jin di tubuh orang yang kerasukan dan mereka tidak mengingkari adanya jin, karena fenomena ini tidak ada yang diriwayatkan dari Rasulullah e, sekalipun mereka salah dalam hal itu. Karena inilah al-Asy'ari rahimahullah menyebutkan dalam 'Maqalat Ahlussunnah wal Jama'ah' bahwa mereka (Ahlussunnah) mengatakan bahwa jin bisa masuk di tubuh orang yang kerasukan, sebagaimana firman Allah Y:

﴿  الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ﴾  (ص: 35)

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: 'Aku berkata kepada bapakku: 'Sesungguhnya suatu kaum mengira bahwa jin tidak bisa masuk di tubuh manusia.' Ia berkata: 'Wahai anakku, mereka berdusta, ini berbicara atas lisannya.' Ini diuraikan di tempatnya.

Dan ia (Ibnu Taimiyah) berkata pula pada jilid 24 dari al-Fatawa hal. 276 -277 yang berbunyi: 'Adanya jin tertera dalam Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya serta kesepakatan ulama salaf dan para pemimpinya. Demikian pula masuknya jin di tubuh manusia sudah merupakan kesepakatan para pemimpin Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Firman Allah Y:

﴿  الَّذِينَ يَأْكُلوُنَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ﴾  (ص: 35)

Dan dalam hadits Shahih dari Nabi e:

)) إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ((

'Sesungguhnya syetan mengalir dari tubuh anak cucu Adam seperti aliran darah."[8]

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: 'Aku berkata kepada bapakku: 'Sesungguhnya suatu kaum mengira bahwa jin tidak bisa masuk di tubuh manusia.' Ia berkata: 'Wahai anakku, mereka berdusta, ini berbicara atas lisannya.' Yang diucapkannya ini sangat masyhur. Sesungguhnya seorang lelaki kerasukan, lalu ia berbicara dengan lisan (bahasa) yang tidak bisa dipahami maknanya. Ia memukul badannya dengan pukulan kuat yang jika dipukulkan kepada unta tentu memberi bekas yang besar. Sedangkan yang kerasukan tidak merasakan pukulan dan tidak tahu dengan ucapan yang dikatakannya. Terkadang yang kerasukan menarik yang tidak kerasukan, menarik tikar yang dia duduk di atasnya, memindahkan perkakas dari satu tempat ke tempat lain. Dan terjadi selain yang demikian itu berupa perkara yang siapa pun yang menyaksikannya meyakini secara pasti bahwa yang berbicara lewat lisan manusia dan yang menggerakkan tubuh ini adalah makhluk lain yang bukan manusia.

Tidak ada pemimpin Islam yang mengingkari masuknya jin ke dalam tubuh manusia, barangsiapa yang mengingkari hal itu dan mengaku bahwa syari'at mendustakan hal itu berarti ia telah berdusta kepada syara' dan tidak ada dalil syara' yang menafikan hal itu.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya (Zadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibad) Juz 4 hal. 66,69 yang berbunyi: Shar' (kerasukan) itu ada dua: shar' dari ruh jahat dan shar' dari campuran yang buruk, dan yang kedua itulah yang dibicarakan oleh para dokter tentang sebab dan pengobatannya.
Adapun shar' para ruh: para pemimpin dan orang-orang yang berakal mengakuinya dan tidak menolaknya, serta mengakui bahwa pengobatannya adalah dengan menghadapkan ruh-ruh mulia yang baik serta tinggi untuk ruh-ruh jahat yang buruk itu. Maka ia menolak pengaruhnya, menghalangi perbuatannya. Ia telah menegaskan hal itu di sebagian kitab-kitabnya, lalu menyebutkan sebagian pengobatan shar'. Dan ia berkata: Ini hanya bermanfaat dari shar' yang penyebabnya adalah akhlath (campuran) dan materi. Adapun shar' yang berasal dari ruh, maka pengobatan ini tidak bermanfaat.

Adapun para dokter yang bodoh ... mereka mengingkari shar' (kerasukan) dari ruh. Tidak mengakui bahwa ia bisa memberi pengaruh di badan orang yang kerasukan, dan tidak ada bersama mereka kecuali kebodohan. Dan jika tidak, maka tidak ada dalam industri kedokteran yang menolak yang hal, perasaan dan realita membuktikan hal itu.

Sampai ia berkata: datanglah para dokter yang zindiq, mereka tidak menetapkan selain shar' akhlath (campuran) saja. Dan barangsiapa yang mempunyai akal dan pengetahuan dengan ruh ini dan pengaruh-pengaruhnya tentu tertawa karena kebodohan dan kelemahan akal mereka.

Mengobati hal ini dengan dua perkara: dari sisi orang yang kerasukan dan dari sisi orang yang mengobati. Maka dari sisi yang kerasukan adalah dengan kekuatan jiwa dan kebenaran menghadapnya kepada Yang Menciptakan ruh-ruh ini (Allah Y), serta memohon perlindungan yang benar yang sesuai hati dan lisannya.

Sesungguhnya hal ini termasuk jenis muharabah (pertarungan), dan petarung tidak bisa menang terhadap musuhnya kecuali dengan dua perkara: bahwa senjatanya cocok pada dirinya secara baik, dan penggelangan tangan harus kuat. Apabila kurang salah satunya, niscaya senjata itu tidak banyak berguna. Lalu bagaimana bila keduanya tidak ada, yaitu hati kosong dari tauhid, tawakkal, taqwa dan menghadap serta tidak mempunyai senjata.

Kedua, dari sisi yang mengobati: bahwa ia juga harus mempunyai dua perkara. Hingga sebagian orang yang mengobati cukup dengan ucapannya: keluarlah darinya, atau ia membaca (bismillah), atau membaca (laa haula wa laa quwwata illa billah), sedangkan Nabi e membaca:
)) اُخْرُجْ عَدُوَّ اللهِ, أَنَا رَسُوْلُ اللهِ ((
"Keluarlah, wahai musuh Allah, aku adalah Rasulullah."[9]

Aku menyaksikan guru kami mengutus seseorang kepada orang yang kerasukan yang berbicara kepada ruh yang ada di dalamnya dan ia berkata: 'Syaikh berkata kepadamu: 'Keluarlah, sesungguhnya ini tidak boleh baginya.' Maka sadarlah orang yang kerasukan. Terkadang ia berbicara kepada ruh dengan dirinya sendiri. Terkadang ruh itu membangkang, maka ia mengeluarkannya dengan pukulan, maka yang kerasukan tersadar dan tidak merasa sakit. Sungguh kami dan selain kami menyaksikan hal itu beberapa kali darinya, hingga ia berkata: sebagai kesimpulan, jenis shar' ini dan pengobatannya tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang yang hanya sedikit mempunyai ilmu, akal, dan makrifah. Kebanyakan orang-orang yang kerasukan ruh jahat (jin) adalah karena sedikit agama, runtuhnya hati dan lidah mereka dari hakikat zikir, perlindungan, benteng kenabian dan iman. Maka ruh jahat (jin) menemui lelaki yang tidak bersenjata, terkadang sedang tidak berpakaian, maka ini memberi pengaruh padanya....hingga di sini maksud ucapannya.

Dari dalil-dalil syar'i yang telah kami sebutkan dan ijma' Ahlussunnah wal Jama'ah atas bisanya jin masuk ke tubuh manusia, jelas lah bagi para pembaca kebatilan pendapat orang yang mengingkari hal itu, dan kesalahan Syaikh Ali ath-Thanthawi dalam mengingkari hal tersebut.
Dia telah berjanji dalam ucapannya akan kembali kepada kebenaran apabila ditunjukkan kepadanya, maka ia harus kembali kepada kebenaran setelah ia membaca yang telah kami sebutkan. Kami memohon petunjuk dan taufik untuk kami dan dia.

Dan dari penjelasan yang telah kami sebutkan, dapat diketahui bahwa yang dikutip oleh 'Shahifah an-Nadwah' yang terbit pada tanggal (14/10/1407 H. Hal. 8) dari dr. Muhammad 'Irfan bahwa kata 'junun/gila' tidak ada di kamus kedokteran, dan ia menyangka bahwa jin masuk di tubuh manusia dan berbicara atas lisannya adalah pemahaman ilmiyah keliru seratus persen (100 %).  Semua pernyataan itu adalah batil, bersumber dari kekurang tahuan ilmu syara' dan yang ditetapkan oleh ahlul ilmi dari Ahlussunnah wal Jama'ah. Apabila hal itu tidak diketahui oleh kebanyakan dokter, bukan berarti merupakan hujjah (dalil, alasan) tidak adanya. Tetapi menunjukan kejahilan mereka yang besar terhadap sesuatu yang sudah diketahui selain mereka dari para ulama yang dikenal jujur, amanah, dan paham terhadap agama. Bahkan ia merupakan ijma' (konsensus) Ahlussunnah wal Jama'ah, seperti yang dikutip oleh Syaikhul Islam dari semua ahlul ilmu, dan dikutip dari Abul Hasan al-Asya'ari bahwa ia mengutip hal itu dari Ahlussunnah wal Jama'ah. Dan dikutip pula dari Abul Hasan oleh 'Allahmah Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah asy-Syibli al-Hanafi yang wafat pada tahun 799 H dalam kitabnya (Aakaamul Marjaan fi gharaaibil Akhbar wa ahkaamil jaan) pada bab 51 dari kitab tersebut.

Telah dijelaskan dari ucapan Ibnul Qayyim: bahwa para dokter dan orang-orang yang berakal mengakuinya dan tidak menolaknya. Yang mengingkari hanyalah para dokter yang bodoh dan rendah serta yang zindiq dari mereka. Maka ketahuilah hal itu wahai pembaca dan peganglah kebenaran yang telah kami sebutkan. Janganlah terperdaya dengan kebodohan para dokter dan selain mereka, dan tidak pula dengan orang yang berbicara dalam perkara ini tanpa berdasarkan ilmu dan pengetahuan. Tetapi hanya bertaqlid kepada para dokter yang bodoh dan sebagian ahli bid'ah dari kalangan Mu'tazilah dan selain mereka. Wallahu A'lam.

Perhatian:

Penjelasan yang telah kami sebutkan dari hadits-hadits Rasulullah e dan para ulama menunjukkan bahwa -berbicara kepada jin, menasihatinya, memperingatkannya, mengajaknya masuk Islam, dan ia menerima hal itu- tidak bertentangan dengan pengertian firman Allah Y tentang nabi Sulaiman u bahwa beliau u berkata:
Ia berkata:"Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha pemberi". (QS. Shaaf:35)
Demikian pula menyuruh dia yang ma'ruf dan melarangnya dari yang mungkar, memukulnya bila tidak mau keluar, semua itu tidak ada kontradiksi dengan ayat di atas. Bahkan hal itu wajib, dari sisi menolak serangan, menolong yang teraniaya, amar ma'ruf dan nahi mungkar, seperti dilakukan bersama manusia. Dan telah disebutkan dalam hadits shahih: bahwa Nabi e mencekik syetan hingga air liurnya mengalir di tangan beliau yang mulia dan beliau e bersabda: 'Kalau bukan karena doa saudaraku Sulaiman u ia tentu tetap terikat hingga manusia bisa melihatnya."[10] Dan dalam riwayat Muslim, dari hadits Abu Darda` t, dari Nabi e, beliau bersabda:

(( إَنَّ عَدُوَّ اللهِ إِبْلِيْسَ جَاءَ بِشِهَابٍ مِنْ نَارٍ لِيَجْعَلَهُ فِى وَجْهِي فَقُلْتُ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنْكَ (ثَلَاثَ مَرَّاتٍ) ثُمَّ قُلْتُ: أَلْعَنُكَ بِلَعْنَةِ اللهِ التَّامَّاتِ فَلَمْ يَسْتَأْخِرْ (ثَلاَثَ مَرَّاتٍ) ثُمَّ أَرَدْتُ أَخْذَهُ واَللهِ لَوْلاَ دَعْوَةُ سُلَيْمَانَ عَلَيْهِ السَّلاَمِ لَأَصْبَحَ مُوْثَقًا يَلْعَبُ بِهِ وِلْدَانُ الْمَدِيْنَة )) ِ.

"Sesungguhnya musuh Allah e, yaitu Iblis datang dengan membawa obor dari api untuk dijadikan di wajahku, maka aku membaca: 'Aku berlindung kepada Allah Y darimu.' (tiga kali). Kemudian aku membaca: 'Aku mengutukmu dengan kutukan Allah Y yang sempurna maka tidak terlambat (tiga kali). Kemudian aku ingin menangkapnya. Demi Allah, jika bukan karena doa saudara kami Sulaiman u niscaya ia tetap terikat yang dijadikan mainan oleh anak-anak Madinah.'[11]

Dan hadits-hadits dalam pengertian ini sangat banyak dan seperti inilah pendapat para ulama.
Saya berharap bahwa yang telah saya sebutkan sudah cukup dan memuaskan pencari kebenaran dan aku memohon kepada Allah Y dan asma`-Nya yang indah dan sifat-Nya yang tinggi agar memberi taufik kepada kita dan semua kaum muslimin untuk memahami agama-Nya dan tetap teguh di atasnya, dan semoga Dia Y memberi karunia kepada kita semua untuk mendapatkan kebenaran dalam ucapan dan perbuatan, dan melindungi kita dan semua kaum muslimin dari ucapan tanpa berdasarkan ilmu dan dari pengingkaran tanpa berdasarkan ilmu.
Sesungguhnya Dia Mengurus hal itu dan Maha Kuasa atasnya. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada hamba dan rasul-Nya nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya dengan kebaikan.
Syaikh Bin Baz – dua risalah dalam: masalah jin masuk di tubuh orang yang kerasukan hal 4 dan pengobatan dari sihir hal 26.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah


[1] Al-Bukhari 1210 dan athrafnya di no. 461. [2] Muslim 541.
[3] Ibnu Hibban 2350, an-Nasa`i dalam al-Kubra 11439, ath-Thabrani dalam al-Ausath 8219.
[4] Dikeluarkan oleh al-Bukhari secara mu'allaq (tanpa sanad) dalam bab wakalah, bab. Apabila mewakilkan seseorang lalu wakil meninggalkan sesuatu, lalu yang memberikan wakalah membolehkannya.
[5] Al-Bukhari 7171 dan Muslim 2175.
[6] Ahmad 4/216 dan Muslim 2203.
[7] Muslim 2814.
[8] Al-Bukhari 7171 dan Muslim 2175.
[9] Ahmad 4/171-172, ath-Thabrani dalam al-Kabir  22/264 (279), al-Hakim (2/617-618 (4232 dan ia berkata: Shahih Isnad dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Lihat: Majma' az-Zawa`id 9/6.
[10] Ibnu Hibban, 2350, an-Nasa`i dalam al-Kabir 11439 dan ath-Thabrani dalam al-Ausath 8219.
[11] Muslim 542.